Mengonsumsi metamfetamin yang terkandung dalam yaba memang seperti menggali kuburan sendiri. Karena, metamfetamin bersifat mencandu. Pengguna selalu membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. Penggunaan kronis dapat menyebabkan paranoid, halusinasi, perilaku berulang. Seperti membersihkan kamar, membongkar, dan merakit peralatan berulang-ulang. Timbul khayalan akan parasit atau serangga merangkak di bawah kulit. Pengguna obsesif akan mencakari kulit untuk menyingkirkan serangga bayangan itu.
Penggunaan jangka panjang, dosis tinggi, atau keduanya dapat membawa pada psikosis toksik, yang sering tampak dalam bentuk kekerasan dan perilaku agresif. Biasanya ditambah dengan paranoia ekstrem. Penggunaan metamfetamin dapat menyebabkan stroke hingga kematian.
Yaba hanya salah satu narkoba baru yang masuk ke Indonesia. Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto, mengatakan bahwa sejak Januari hingga Agustus 2013, BNN menemukan 21 narkotika jenis baru.
Pada Oktober dan November ini, ditemukan tambahan tiga narkoba baru lagi dalam bentuk kertas. "Sehingga jika dihitung, keseluruhan sebanyak 24," katanya.
Tiga jenis narkoba baru itu adalah 25B-NBOMe, 25C-NBOMe, dan 25I-NBOMe. Ketiganya turunan dari phenethylamine yang bersifat menimbulkan halusinasi. Obat ini sangat keras, karena pada kadar 250-500 pikogram telah membangkitkan efek halusinasi sekitar 12-16 jam. Satu pikogram setara dengan 1/1 trilyun gram.
Ketiga jenis obat itu benar-benar baru. Pemerintah Swedia baru melarang narkotika itu pada 1 Agustus 2013. Menyusul Amerika yang melarang pada 15 November 2013, atau Jumat dua pekan lalu.
Narkoba baru itu didapat ketika Direktorat Tindak Pidana Narotika Bareskrim Polri menggerebek satu rumah di Perumahan Mahkota Mas, Cikokol, Tangerang. Hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa barang bukti berbentuk kertas mengandung 25B-NBOMe. Tim BNN memastikan narkotika tersebut merupakan jenis baru.
BNN juga menemukan narkoba jenis baru setelah mendapat laporan masyarakat yang keluarganya pingsan akibat mengemut lembaran kertas berukuran 1 x 1 sentimeter. Di tempat kejadian perkara tim BNN menemukan lembaran 20 x 20 sentimeter yang jika diedarkan diiris menjadi 400 potongan. Pemeriksaan di laboratorium kertas itu mengandung senyawa 25I-NBOMe.
Bekerja sama dengan bea dan cukai, BNN juga berhasil mengungkap upaya penyelundupan narkoba baru lainnya, 25C-NBOMe.
Barang itu ditemukan dalam koper tak bertuan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten. Dalam koper itu tersimpan 100 lembar kertas yang masing-masing bisa dipotong menjadi 400 bagian. Jadi, jika diedarkan pada potongan kecil mencapai 40.000 potong.
Sumirat menyebutkan, narkotika kertas itu seolah menyerupai LSD --lysergic acid diethylamid, yang lazim dibaca baca "elsid" atau smile. Padahal, kandungan zat narkotikanya berbeda. Elsid yang telah lama beredar mengandung zat lysergide dan bersifat menimbulkan halusinasi. Penggunaannya populer pada 1960 hingga 1980-an, dan sekarang sudah tidak umum.
Sedangkan pengonsumsi ketiga zat baru, menurut Sumirat, secara kasatmata akan bertingkah berbeda dari orang normal. Melihat seorang nenek, misalnya, seolah-olah melihat wanita muda, kucing disangka harimau. "Telinganya seolah dibisikkan sesuatu yang harus diperbuatnya," katanya.
Pengaruh yang lain, terjadi disorientasi pada ruang dan waktu, sehingga sulit membedakan malam ataupun siang, berada di dalam atau di luar ruangan. Dan secara langsung juga berperilaku emosional yang meledak mendadak, dan tidak lagi berpikir normal, seperti tiba-tiba bugil di ruang publik. "Insting binatangnya muncul ketimbang manusianya," katanya.
Narkoba jenis baru ini memang telah ditemukan di Jakarta, namun rupanya belum beredar di daerah. Jacky Escobar, 35 tahun, seorang "pemain" narkoba di Medan, mengakui bahwa narkoba tersebut belum ada di Medan. Yang ada di ibu kota Provinsi Sumatera Utara ini narkoba yang pada umumnya dipakai di banyak tempat di Indonesia. ''Sabu, gendul (ganja --Red.), atau pil ekstasi,'' katanya.
Kepala Humas (BNN), Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto Sumirat mengakui, sejak tahun 2011 silam, jumlah pengguna narkoba di Indonesia sudah mencapai 4 juta jiwa atau sekitar 2,2%. Meski meningkat setiap tahun, dengan ketegasan pemerintah dalam memberantas narkoba, peningkatannya dapat ditekan. "Kami harapkan bisa berkurang," katanya.
Menurut Sumirat, BNN tetap melakukan dekriminalisasi terhadap pengguna narkoba. Jika terbukti murni hanya sebagai pecandu, dapat divonis dengan rehabilitasi. Mereka yang sukarela melaporkan dirinya pengguna narkoba, maka BNN dapat memberikan rekomendasi untuk direhabilitasi medis atau sosial.
Terkait dengan narkoba jenis baru ini, bagi pengedarnya, BNN mengacu pada yurisprudensi putusan kasus ekstasi Zarina pada 1995. Ketika itu, Zarima ditangkap tapi belum dijerat UU Psikotropika, karena memang belum ada di Indonesia, sehingga penegak hukum menerapkan UU Kesehatan.
"Mereka yang mengedarkan narkoba jenis baru akan dikenai pasal UU yang terkait dengan peredaran bahan farmasi secara ilegal," katanya. Selain itu, pemerintah akan segera memasukkan narkoba jenis baru ini dalam lampiran UU Narkotika.
Sementara itu, Pieter C Zulkifli Simabue, Ketua Komisi III DPR-RI, mengatakan bahwa perangkat hukum untuk penanganan masalah narkoba sebetulnya sudah memadai. Hanya saja, nama-nama jenis baru memang belum masuk dalam UU. "Sehingga pola penanganannya terhalang hukum acara. Jika secara limitatif dalam pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat penyalahgunaan narkoba tidak disebutkan, jaksa tidak mungkin menuntut sampai ke pengadilan," katanya.
Karena itu, solusinya bisa ada dua macam. Mengubah UU Narkotika, atau solusi singkat meminta Kementerian Kesehatan secepatnya membuat surat edaran bahwa jenis-jenis baru itu termasuk jenis narkoba. "Sudah memberikan rujukan yang bisa digunakan untuk mengajukan tuntutan, bisa dijadikan alasan untuk menghukum mereka," katanya kepada Hayati Nufus dari GATRA.
0 komentar:
Posting Komentar